Episode 1:
Pelajar yang Beda Sendiri
Dari kecil, Raka selalu dianggap aneh. Saat teman-temannya sibuk ngumpulin kartu bola dan main game online, Raka malah sibuk nonton video tentang “cara kerja ekonomi makro” di YouTube. Bahkan waktu SD, dia pernah ditertawakan karena bilang cita-citanya pengen punya “diversified investment portfolio”. Gurunya sampai manggil orang tuanya, bukan karena nakal, tapi karena bingung: “Anak ini ngomongnya terlalu berat, Bu.”
Raka bukan tipe pelajar yang suka cari perhatian. Tapi gara-gara dia bisa jelasin soal inflasi lebih jelas dari guru ekonomi di SMP-nya, dia jadi terkenal. Bukan terkenal karena keren, tapi karena “aneh”.
Pas SMA, keanehan Raka makin menjadi-jadi. Dia bawa buku “Rich Dad Poor Dad” di tas sekolah, nyicil modal dari jualan es kopi kekinian di kantin (pakai sistem pre-order di grup WhatsApp), dan mulai ngembangin akun Instagram tentang tips hemat uang jajan.
Di kelas, dia diem. Tapi di dunia online, dia rame. Followers-nya nambah, bahkan mulai dapat endorsement. Umur 17, Raka udah punya tim kecil buat handle konten dan pesanan jualannya. Teman sekelasnya sibuk mikirin nilai UN, dia sibuk bikin spreadsheet buat pembagian dividen ke timnya.
Tapi di balik semua kesuksesan kecil itu, satu hal yang Raka belum ngerti: cinta.
Waktu teman-temannya sibuk naksir-naksiran dan kirim chat random jam 2 pagi, Raka sibuk ngoding website dan ngitung ROAS (Return on Ad Spend). Dalam kamus hidupnya, yang namanya “baper” nggak ada. Yang ada cuma “cash flow” dan “growth rate”.
Sampai akhirnya, dunia Raka berubah… saat masuk kuliah.
Di kampus, dia ketemu seseorang yang anehnya bikin dia lupa ngitung inflasi hari itu.
Namanya Alya.
Dan sejak hari itu, hidup Raka nggak seimbang lagi.
(Bersambung ke Episode 2…)